Selasa, 12 Maret 2013

TULISAN 1


Farah 12210606 3EA13

Tulisan 1

Saat ini Komisi III DPR RI tengah menyelenggarakan Uji Kepatutan dan Kelayakan untuk memilih hakim agung. Sebagaimana diberitakan media, pada Senin, 14/01/2013, Muhammad Daming Sunusi menjawab bahwa “yang diperkosa dengan yang diperkosa sama-sama menikmati” ketika ditanya mengenai pendapatnya akan hukuman mati bagi pelaku perkosaan.
Jawaban ini sangat mengejutkan mengingat yang bersangkutan sebagai seorang hakim yang seharusnya “memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum”, sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Tidak kalah mengejutkannya adalah anggota Komisi III DPR RI yang tertawa atas pernyataan ini.
Perkosaan adalah isu pelanggaran HAM. Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (1993) menyebutkan bahwa “kekerasan terhadap perempuan merupakan sebuah pelanggaran hak-hak asasi &  kebebasan fundamental perempuan dan menghalangi atau meniadakan kemungkinan perempuan untuk menikmati kemungkinan perempuan untuk menikmati hak-hak asasi dan kebebasan mereka”.
Di Indonesia, kekerasan seksual selalu marak. Pada 2011, KOMNAS PEREMPUAN mencatat 2.937 kasus kekerasan di ranah komunitas dimana kekerasan seksual menempati porsi terbanyak (57%). Di ranah domestik, terdapat 1.398 kasus kekerasan seksual. Pada 2010, tercatat 864 tindak kekerasan seksual di ranah domestik & 1.781 kasus di ranah komunitas. Pada 2009, 48,68 % dari 143.586 kasus adalah kekerasan seksual.
Sikap yang melecehkan dan menertawakan perkosaan ini bertentangan dengan UU No 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, dimana salah satu bentuk kewajiban negara adalah menjamin pejabat-pejabat pemerintah dan lembaga-lembaga negara tidak melakukan suatu tindakan atau praktek diskriminasi terhadap perempuan (Pasal 2 huruf d).
Selain itu, yang bersangkutan tidak mencerminkan kualitas seseorang yang layak menduduki jabatan hakim agung sebagaimana diatur dalam Pasal 6A UU No 3 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, berbunyi “Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.”
Oleh karena itu, melalui Surat Terbuka ini, kami, INSTITUT PEREMPUAN, meminta kepada Komisi III DPR RI untuk tidak memilih Muhammad Daming Sunusi sebagai calon hakim agung.
Demikian Surat Terbuka ini kami sampaikan. Atas perhatian Bapak, kami ucapkan terima kasih.

SUMBER  :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar