FARAH 12210606 3EA13
JURNAL 1
AKSES INFORMASI POLITIK DARI PERSPEKTIF BIROKRAT
(Studi Kasus Pada Pegawai Negri Sipil Pemerintah Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta)
BAB 1 PENDAHULUAN
>Latar Belakang Masalah
Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2009
bagi anggota DPR, DPD, maupun DPRD dilaksanakan pada bulan April 2009, diikuti
oleh 38 partai politik peserta pemilihan umum. Sejak pemilihan pertama
dilaksanakan pada tahun 1955 masyarakat Indonesia hampir tidak pernah
mengetahui dengan pasti calon legislatif yang mewakilinya dalam lembaga
legislatif. Kebanyakan dari para pemilih tersebut tidak mengetahui pengalaman
politik para wakilnya, identifikasi politik mereka terletak pada partai politik
yang diketahui dari tanda gambarnya. Para pemilih datang ke lokasi-lokasi
pemilihan umum untuk ‘mencoblos’ 3 (tiga) tanda gambar peserta pemilihan umum.
Gambar partai apa yang memperoleh suara terbanyak di DPR misalnya adalah
representasi partai pemenang dan memperoleh legitimasi.
Metode pemilihan umum dengan hanya
mencoblos (dewasa ini berubah menjadi ‘mencontreng’) tanda gambar sebenarnya
lebih mempermudah sosialisasi peserta pemilihan umum, demikian juga bagi para
pemilih tidak kesulitan dalam mencoblos, dan tentunya waktu yang digunakan
dalam bilik suara akan lebih cepat. Fungsi pemilihan umum seperti demikian
nampaknya tidak memberi pembelajaran politik kepada masyarakat. Pemilihan umum
merupakan salah satu bentuk pendidikan politik yang bersifat langsung, terbuka
dan massal, yang diharapkan bisa mencerdaskan pemahaman politik dan
meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai demokrasi. Perangkat yang dipakai
salah satunya adalah materi kampanye dari peserta Pemilu. Peran itu terutama
dilakukan oleh partai politik maupun individu peserta Pemilu. Instrumen yang dipakai
adalah materi (informasi) dari peserta Pemilu, ideologi, program dan kebijakan
yang ditawarkan peserta Pemilu dapat menjadi bahan evaluasi rakyat untuk
menentukan pilihannya secara tepat (Pamungkas, 2009:6). Dengan demikian
idealnya informasi yang disampaikan dalam kampanye terkait dengan kompetensi,
kredibilitas, dan kedekatan calon anggota legislatif. Juga visi, misi dan
program-program yang akan dilaksanakan oleh partai secara jelas. Namun dalam
kenyataannya, informasi tersebut tidak mudah didapat.
Tata cara pemilihan umum merupakan salah
satu cerminan kehidupan berdemokrasi masyarakat, sedangkan cerminan lainnya
terwujud dalam hak memperoleh informasi politik seluas-luasnya. Informasi yang
berciri transparan, tanpa penyimpangan, dan tentunya sangat mudah dipahami oleh
seluruh lapisan masyarakat. Fungsi kampanye pemilihan umum hingga saat ini
masih didominasi oleh pemahaman tentang bagaimana mempengaruhi sebanyak mungkin
orang untuk memilih calon legislatif maupun partai dalam pemilihan umum.
Sosiolog politik Sunyoto Usman mengakui bahwa aksi partai politik dan calon
anggota legislatif ketika menggelar kampanye nyaris tidak berbeda dari
pemilihan umum sebelumnya, obral janji dan pengerahan massa terjadi setiap kali
kampanye digelar (Kompas, 23 Maret 2009:1). Dengan demikian bukan tidak mungkin
masyarakat kekurangan kesempatan memperoleh informasi politik yang mendorong
pikiran kritis mereka, sehingga memperoleh pembelajaran politik yang lebih
rasional, menyentuh langsung aspirasi mereka.
Salah satu hal yang penting dalam pemilihan
umum adalah keterlibatan secara politik para abdi negara yaitu Pegawai Negeri
Sipil (PNS), khususnya yang berada di lingkungan Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Ketika Orde Baru berkuasa, mobilisasi partisipasi pegawai negeri
sipil secara menyeluruh di Indonesia diorientasikan kepada organisasi peserta
pemilihan umum dari Golongan Karya (Golkar). Demikian juga di Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY), Gubernur DIY yang juga Sultan Kraton Ngayogyakarta
Hadiningrat waktu itu adalah salah satu tokoh Golkar, sehingga dengan mudah
para abdi negara di lingkungan ini memiliki kecenderungan memilih Golkar.
Ketika PNS menjadi alat kekuatan politik dari partai politik tertentu, maka
dalam menjalankan tugas dan fungsinya PNS cenderung akan bersifat parsial,
berpotensi menjadi tidak netral.
Di era reformasi sejak 1999,
kedudukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam kehidupan politik ditinjau kembali
agar PNS tidak terlibat dalam partai politik manapun. Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999 tentang Kepegawaian Negara mengatur secara tegas netralitas pegawai.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 melarang keberpihakan PNS terhadap
partai politik tertentu. PNS diberi kebebasan untuk memilih partai maupun calon
anggota legislatif sesuai aspirasi masing-masing saat pemilihan umum. Mereka
dilarang terlibat aktif dalam kegiatan kepartaian seperti kampanye, menjadi
calon anggota legislatif, dan menjadi anggota salah satu partai.
Kasus anggota Pegawai Negeri
Sipil di lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi
menarik untuk diangkat sebagai persoalan penelitian. Menarik untuk diketahui
bagaimana para PNS tersebut mengambil keputusan memilih partai politik serta
calon wakil rakyat di DPR, DPD, dan DPRD, demikian pula menarik untuk dipahami
bagaimana mereka mencari sumber informasi yang dipakai sebagai dasar untuk
pengambilan keputusan politiknya. Persoalan ini menjadi penting karena
bagaimanapun PNS dalam masyarakat tertentu masih dipandang sebagai pemuka
masyarakat (opinion leader).
Informasi politik dari calon
legislatif maupun partai politik merupakan variabel sangat penting bagi calon
pemilih untuk menentukan pilihan politiknya secara akurat sesuai dengan
referensi dan aspirasi politiknya. Namun demikian nampaknya keinginan
masyarakat (dalam hal ini PNS) untuk memperoleh informasi akurat dari partai
maupun calon anggota legislatif semakin sulit menghadapi Pemilihan
Umum 2009.
>Permasalahan
Berdasarkan
latar belakang di atas maka dapatlah diambil suatu rumusan masalah yaitu:
bagaimana Pegawai Negeri Sipil memperoleh informasi politik yang diperlukan
sebagai bahan referensi menentukan pilihan politiknya dalam Pemilihan
Umum Legislatif 2009?
>Tujuan dan Manfaat
Penelitian yang dilaksanakan bertujuan
untuk mengetahui cara Pegawai Negeri Sipil (PNS) memperoleh informasi politik
yang diperlukan. Melalui cara tersebut dapat dicapai deskripsi penggunaan media
dan non media dalam mengakses informasi Pemilihan Umum Legislatif 2009 yang
diterapkan oleh pemilih dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Di samping
itu juga untuk mengetahui dan pemahami kebutuhan informasi Pemilihan Umum
Legislatif 2009 dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai bahan referensi
menentukan pilihan politiknya dalam Pemilihan Umum Legislatif 2009.
Hasil
penelitian diharapkan bermanfaat, yakni dapat memberikan masukan bagi
pihak-pihak yang berkompeten (pemerintah, maupun partai politik serta calon
anggota legislatif) untuk mengetahui kebutuhan masyarakat akan informasi
politik (pemilihan umum). Selanjutnya dapat menjadi bahan untuk memformulasikan
terkait dengan akses informasi politik dalam pemilihan umum berikutnya. Karena
itu, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan konsep pemikiran bagi partai
politik serta calon anggota legislatif yang akan berlaga dalam pemilihan umum.
BAB 2 LANDASAN TEORI
Komunikasi
merupakan proses yang melibatkan dua pihak yaitu sumber komunikasi dan penerima
komunikasi. Kedua pihak itu dipertemukan melalui pertukaran pesan komunikasi,
menggunakan media, maupun tanpa media yaitu bila komunikasi berlangsung secara
personal. Sumber komunikasi dianggap sebagai pihak yang memprakarsai terjadinya
komunikasi melalui penyampaian pesan (informasi), sedangkan penerima merupakan
pihak yang menerima pesan (informasi) dari sumber.
Dalam kegiatan politik pemilihan
umum, komunikasi memiliki peran yang penting seperti yang pernah dikemukakan
oleh Chaffee (1975) bahwa komunikasi politik merupakan peranan
komunikasi dalam proses politik (dalam Kaid, 2004:xiii). Sementara Galdnoor
(dalam Nasution, 1999:24) menyatakan bahwa komunikasi politik merupakan
infrastruktur politik, yakni suatu kombinasi dari berbagai interaksi sosial di
mana informasi yang berkaitan dengan usaha bersama dan hubungan kekuasaan masuk
dalam peredaran. Rumusan Galdnoor tersebut sejalan dengan pendekatan Almond dan
Powell (dalam Nasution, 1990:24) yang menempatkan komunikasi sebagai suatu
fungsi politik bersama-sama dengan fungsi lainnya (artikulasi, agregasi,
sosialisasi, dan rekrutmen) yang terdapat dalam suatu sistem politik. Bahkan
dikemukakan pula bahwa komunikasi merupakan prasyarat (prerequisite) yang
diperlukan bagi berlangsungnya fungsi-fungsi yang lain tadi.
Michael Rush dan Philip Althoff
(dalam Maran, 2001:158) menyebutkan bahwa komunikasi politik sebagai suatu
proses di mana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian
sistem politik kepada bagian lainnya, dan di antara sistem-sistem sosial dengan
sistem-sistem politik. Menurut Maran (2001:159) proses ini terjadi secara
berkesinambungan dan mencakup pula pertukaran informasi di antara
individu-individu dengan kelompok-kelompoknya pada semua tingkatan. Komunikasi
politik menjadi penting karena merupakan suatu elemen yang dinamis dan yang
menentukan sosialisasi politik serta partisipasi politik. Seperti bentuk-bentuk
komunikasi yang lain, komunikasi politik berlangsung sebagai suatu proses
penyampaian pesan-pesan tertentu yang berasal dari sumber (selaku pihak yang
memprakarsai komunikasi) kepada khalayak, dengan menggunakan media tertentu
untuk mencapai suatu tujuan yang telah tertentu pula. Unsur-unsur tersebutlah
yang memungkinkan terjadinya suatu kegiatan komunikasi politik dalam suatu
masyarakat (Nasution, 1990:42).
Kegiatan pemilihan umum di
Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 9 April 2009 merupakan kegiatan suatu
proses komunikasi politik. Proses pertukaran pesan politik terjadi sepanjang
masa sosialisasi calon anggota legislatif sebagai sumber informasi politik
dengan konstituennya sebagai pihak penerima, dalam masa kampanye pemilihan
umum, hingga masa penetapan calon terpilih. Terkait dengan kebutuhan informasi
politik yang berhubungan dengan perilaku pemilih, menurut Roth (2008:23-48) ada
beberapa pendekatan (approach) atau dasar pemikiran yang berusaha menerangkan
perilaku pemilih, di antaranya pendekatan rational choice.Menurut
pendekatan ini, yang menentukan pilihan bukanlah adanya keter-gantungan
terhadap ikatan sosial struktural atau ikatan partai yang kuat, melainkan hasil
penilaian rasional dari warga yang cakap.
Pendekatan pemilih rasional
menawarkan cara pandang terhadap perilaku pemilih yang disebut “memilih
retrospektif“ atau memilih secara memandang ke belakang dan “memilih
prospektif”. Pemilih prospektif yaitu seorang pemilih akan memilih
partai atau tokoh lebih dikarenakan memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang
menjadi preferensi dari pemilih. Sedangkan pemilih retrospektif yaitu seseorang
memilih partai politik atau tokoh tertentu setelah mengevaluasi aktivitas/
komitmen dari partai politik tersebut sebagai pemerintah atau oposisi selama
periode terakhir.
Menurut Downs (dalam Roth
2008:49-50) sebetulnya pemilih membutuhkan informasi yang lengkap. Hal inilah
yang merupakan masalah sesungguhnya dalam teori Downs. Dengan adanya informasi
yang lengkap, alternatif-alternatif pilihan lebih mudah dirumuskan. Namun pada
kenyataannya informasi yang lengkap tidak selalu tersedia, atau hanya dapat
diperoleh melalui pengorbanan ekonomis yang besar. Oleh karena itu pada umumnya
pemilih harus mengambil keputusan dalam “ketidaktahuan”. Namun pemilih memiliki
berbagai kemungkinan untuk membatasi ketidaktahuan ini, salah satunya adalah
mengumpulkan informasi mengenai bidang-bidang yang dirasa penting. Dengan
memanfaatkan media, kelompok minat maupun partai itu sendiri, akhirnya dapat
mengambil keputusan.
Pemilihan Umum bagi anggota DPR
maupun DPRD yang dilaksanakan pada bulan 9 April 2009, diikuti oleh 38 partai
politik peserta pemilihan umum. Pada pemilih rasional, informasi menjadi bagian
penting dalam membuat keputusan politik. Sebelum menentukan pilihan politiknya,
tentunya pemilih rasional membutuhkan informasi politik yang berkaitan dengan
partai politik maupun calon anggota legislatif. Aspek-aspek informasi politik
Pemilihan Umum 2009 khususnya tentang partai politik dan calon anggota
legislatif yang dibutuhkan masyarakat di antaranya adalah tentang: (a) tipe
partai politik, (b) visi dan misi partai politik, (c) platform/ program partai
politik, (d) reputasi partai politik, (e) kualitas calon anggota legislatif.
Ada beberapa cara yang dilakukan
manusia untuk mendapatkan informasi politik (berkomunikasi). Bisa dengan
berinteraksi langsung dengan manusia lainnya yang ada di sekitarnya, bisa
dengan berinteraksi dengan lingkungannya, dan bisa juga menggunakan media.
Interaksi dengan manusia lainnya juga bisa dalam lingkup yang beragam seperti
yang banyak disinggung oleh beberapa ilmuwan tentang level komunikasi
yang ada seperti interpersonal, small-group, organization/ institution,
public, mass communication (Littlejohn, 2005; McQuail, 2000:10-15).
Kemudian Heath dan Bryant (2000:89) menyederhanakan menjadi dua macam
komunikasi yaitu komunikasi langsung (direct communication) dan komunikasi yang
termediasi (mediated communication), dan ini bisa dalam berbagai
konteks-interpersonal, organisasi dan termediasi (mediated) yang sama dengan
konteks komunikasi massa.
Berdasarkan
uraian di atas kiranya dapat disebutkan bahwa masyarakat dalam mencari
(mengakses) informasi politik dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Bermedia (mediated)
Terdiri dari media cetak (suratkabar, majalah), media
elektronik (radio, televisi), media luar ruang (spanduk, poster, baliho), dan
media baru (internet).
b. Non media
(Interpersonal)
Menurut Nimmo (1989:126) ada dua saluran utama komunikasi
interpersonal yang membantu khalayak belajar politik (mengakses informasi
politik), yakni keluarga dan lingkungan yang terdiri atas kawan-kawan dekat dan
akrab yang dikenal sebagai sebaya.
BAB 3 METODELOGI PENELITIAN
>Jenis Penelitian
Sesuai pertanyaan penelitian dan
tujuan yang hendak dicapai dari penelitian, maka jenis penelitian adalah
kualitatif. Penelitian ini tergolong dalam bentuk studi kasus yang bertujuan
menjelaskan (to explain) atau mencari (seek to understand). Peneliti berusaha
mengetahui dan memahami sesuatu yang menjadi fokus penelitian. Dengan studi
kasus, penelitian bertujuan untuk mengetahui dan memahami penggunaan media dan
non media dalam akses informasi politik Pemilihan Umum 2009 dari perspektif
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan juga mengeksplorasi terkait dengan akses
informasi tersebut (Creswell, 1994:71).
>Sasaran Penelitian
Sasaran
penelitian adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau birokrat di Pemerintah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemprov DIY). Dalam penelitian digunakan
teknik sampel bertujuan (purposive sampling) untuk memilih informan. Pemilihan
informan dilakukan dengan menggunakan teknik snowballing, yakni pemilihan
informan paling awal yang memberikan rekomendasi kenalan yang memiliki
karakteristik yang sama. Oleh karena itu informan yang dipilih dalam penelitian
ini diambil berdasarkan referensi dari satu informan ke informan lainnya,
terkait dengan tiga pelaku birokrasi yaitu pejabat struktural, fungsional dan staf
pelaksana di lingkungan Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta.
>Metode Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam menjawab pertanyaan penelitian ini adalah wawancara
mendalam/ in-depth interviews, observasi, penggunaan dokumen dan
arsip.
>Teknik Pengolahan dan Analisis data
Unit analisis dalam penelitian
adalah individu Pegawai Negeri Sipil di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Adapun teknik analis yang diambil dan digunakan adalah teknik analisis tematik,
sebagai berikut; (a) Pengumpulan data/ informasi, melalui wawancara mendalam
dengan informan maupun observasi langsung, (b) Reduksi data, yakni merangkum,
memilah hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, untuk dicari
tema dan polanya, (c) Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah
menampilkan data (display). Dalam penelitian ini disajikan data dalam bentuk
teks yang bersifat naratif, dan terakhir (d) Penarikan kesimpulan.
BAB 4 TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam tahap analisis, peneliti
menggunakan analisis interview seperti yang dipergu-nakan May (2001:137),
Benney dan Hughes (1984) yaitu menggunakan teknis analisis hasil wawancara
dengan menggunakan ukuran similarity (kesamaan)
dan comparability (perbandingan bisa berisi persamaan dan perbedaan).
Berikut ini paparan temuan penelitian berdasarkan hasil wawancara dengan
pemilih Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
yang dapat digambarkan sebagai berikut:
>Kebutuhan Informasi Pemilu Legislatif 2009
Berdasarkan temuan di lapangan
didapatkan bahwa pada hakekatnya PNS Pemerintah Provinsi DIY memiliki
kecenderungan yang sama yakni membutuhkan informasi Pemilu 2009 khususnya yang
berkaitan dengan partai politik dan calon anggota legislatif. Informasi yang
dibutuhkan di antaranya tentang visi dan misi serta program partai politik/
calon anggota legislatif, kinerja dan reputasi partai polilitik/ calon anggota
legislatif dan kualitas calon anggota legislatif. Bila mengacu pada pendekatan
perilaku pemilih sebagaimana yang dikemukakan oleh Roth, perilaku pemilih PNS
Pemerintah Provinsi DIY tergolong sebagai pemilih rasional. Downs (dalam Roth,
2008:49) menyebutkan bahwa pemilih rasional sebelum menentukan pilihan
politiknya membutuhkan informasi yang sebanyak-banyaknya.
Prioritas informasi yang
dibutuhkan masing-masing individu cenderung beragam, ada yang sama, namun ada
pula yang berbeda. Berdasarkan prioritas dan alasan yang melatar belakangi
informasi yang dibutuhkan oleh pemilih PNS Pemerintah Provinsi DIY, dapat
dikategorikan menjadi dua yakni perilaku pemilih yang disebut “pemilih
prospektif” dan “pemilih retrospektif”. Pemilih prospektif yaitu
seorang pemilih akan memilih partai politik atau calon anggota legislatif yang
telah memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang menjadi preferensi dari pemilih.
Sedangkan pemilih retrospektif, atau cara memilih dengan memandang ke belakang,
menekankan pada kemampuan pemilih untuk memilih berdasarkan pada penilaiannya
pada penampilan kontestan di masa lalu (sebelumnya).
Jenis pemilih yang tergolong
sebagai pemilih prospektif dapat dilihat dari pernyataan informan, di
antaranya sebagai berikut:
“ ..ingin mendapatkan informasi
mengenai partai politik peserta Pemilu yang mempunyai ideologi jelas, serta
program yang diperjuangkannya tidak bersifat normatif, tapi yang
konkrit… Juga untuk mendapatkan informasi tentang caleg yang
mempunyai kemampuan dan kapasitas sebagai wakil rakyat…” (Wawancara, Sudibyo: 5
Maret 2009).
Jenis
pemilih PNS Pemerintah Provinsi yang kedua adalah golongan pemilih
retrospektif. Pemilih retrospektif adalah pemilih yang memilih partai politik
atau calon anggota legislatif setelah mengevaluasi aktivitas/ komitmen dari
partai politik atau elit yang mewakili partai selama masa baktinya. PNS
Pemerintah Provinsi DIY yang menjadi informan yang tergolong sebagai pemilih
retrospektif memprioritaskan kebutuhan informasi terutama tentang kinerja dan
reputasi partai politik maupun calon anggota legislatif. Menurut Key (dalam
Roth, 2008:48) pemilih menetapkan pilihannya secara retrospektif yaitu dengan
menilai apakah kinerja partai yang menjalankan pemerintahan pada periode
legislatif terakhir bagi dirinya sendiri dan bagi negara atau sebaliknya.
Penilaian ini juga dipengaruhi oleh penilaian terhadap kinerja pemerintah di
masa yang lampau. Apabila hasil kinerja pemerintah yang berkuasa (juga bila
dibandingkan dengan pendahulunya) positif, maka akan dipilih kembali, apabila
hasil penilaiannya negatif, maka pemerintah tersebut tidak akan dipilihnya
kembali.
Terkait dengan calon anggota
legislatif, dalam pandangan pemilih rasional ini menempatkan pemilih sebagai
makhluk rasional yang mempunyai alasan dan tujuan dalam tindakannya. Untuk
memilih seorang calon anggota legislatif dibutuhkan informasi yang berkaitan
dengan kapasitas, intelektual, kepribadian dan karya nyata yang menjadi
pertimbangan utama pemilih sebelum menentukan pilihan politiknya. Artinya
kualitas dan performa individu seorang calon anggota legislatif
menjadi prioritas utama, di mana pemilih akan melihat reputasi yang berkaitan
dengan kepribadian seorang calon anggota dewan. Maka sudah sewajarnya bila PNS
Pemerintah Provinsi DIY yang menjadi informan dalam penelitian ini, membutuhkan
informasi yang akan digunakan sebagai dasar evaluasi, terutama
adalah informasi tentang kinerja partai politik serta reputasi (citra) partai
politik. Sedangkan untuk calon anggota legislatif adalah informasi yang
berkaitan dengan pengenalan prestasi (kualitas calon anggota legislatif) serta
serta perilaku (reputasi) calon anggota legislatif.
Arus informasi yang semakin terbuka dan
lancar serta posisi PNS yang netral, tidak terikat (berafiliasi) dengan partai
tertentu, memungkinkan pemilih PNS Pemerintah Provinsi DIY saat ini menjadi
bebas dan terbuka untuk menentukan arah pilihan politiknya. Keterbukaan
informasi memperlebar pintu kesempatan bagi PNS untuk melakukan evaluasi
terhadap lembaga-lembaga politik yang ada terutama lembaga legislatif.
Bagaimanapun juga pemilih yang rasional tidak akan memilih calon anggota
legislatif yang mempunyai reputasi kurang baik. Sebagaimana dikatakan oleh
informan ketika memberi alasan mengapa ia memprioritaskan kebutuhan informasi
tentang reputasi calon anggota legislatif, sebagai berikut:
“… saya membutuhkan informasi tentang kinerja dan reputasi
calon anggota legislatif, ingin mengetahui calon anggota legislatif yang
mempunyai reputasi baik atau buruk. Calon anggota legislatif yang suka kawin
cerai, mempunyai hobi berselingkuh, tidak layak menjadi anggota dewan yang
terhormat.” (Wawancara, Wijayanti: 13 Maret 2009).
Berdasarkan hasil paparan di atas
dapat dikatakan bahwa pada dasarnya Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi
DIY telah berlaku sebagai pemilih rasional. Pada umumnya mereka yang
membutuhkan informasi mengenai tipe/ platform partai politik, adalah karena
ingin mengetahui ideologi dari partai politik yang bersangkutan. Terkait dengan
visi dan misi, akan diperoleh gambaran ke arah mana bangsa ini akan dibawa ke
depannya. Sementara dengan adanya informasi mengenai program partai politik
akan dapat diketahui partai politik mana yang mempunyai program yang jelas,
konkrit, masuk akal, riil dan terarah. Terkait dengan informasi tentang
reputasi dan kinerja partai politik, akan diperoleh gambaran tentang partai
politik yang mempunyai reputasi dan kinerja yang mendahulukan kepentingan
rakyat atau lebih mendahulukan kepentingan golongan.
Sementara dengan adanya informasi
tentang kualitas calon anggota legislatif akan didapatkan gambaran tentang
calon anggota legislatif yang mempunyai kemampuan dan kapasitas sebagai wakil
rakyat, mempunyai kapasitas dan integritas sebagai legislator. Sedangkan untuk
informasi yang berhubungan dengan reputasi calon anggota legislatif, sebagian
besar informan membutuhkan informasi yang berkaitan dengan moral calon anggota
dewan. Informasi tersebut nampaknya cenderung dijadikan sebagai dasar
pertimbangan informan untuk menilai bahwa seorang calon legislatif itu layak
atau tidak, untuk dipilih sebagai anggota dewan yang terhormat.
Dengan perkataan lain bahwa
informasi yang diinginkannya adalah yang berkaitan dengan calon anggota
legislatif yang dapat mengagregasikan sikap politiknya dengan layak. Menekankan
perlunya para anggota dewan, bukan saja untuk bekerja secara profesional sebagai
legislator, pengawas kekuasaan eksekutif dan penyusunan anggaran, melainkan
juga berperilaku patut dan layak menjadi suri tauladan orang banyak. Dengan
demikian lembaga legislatif akan diisi oleh orang-orang yang mempunyai
kapasitas intelektual, vitalitas kerja, serta mempunyai kopetensi dan
integritas seorang wakil rakyat.
>Akses Informasi Pemilu Legislatif 2009
Berdasarkan hasil temuan di
lapangan diperoleh kecenderungan bahwa pada dasarnya para pemilih PNS
Pemerintah Provinsi DIY, sebagai individu senantiasa berusaha untuk
memenuhi kebutuhannya. Dalam konteks penelitian ini, kebutuhan tersebut berupa
informasi Pemilu Legislatif 2009 khususnya yang berkaitan dengan partai politik
dan calon anggota legislatif. Beberapa cara telah ditempuh oleh pemilih PNS
Pemerintah Provinsi DIY ketika mencari upaya dalam mendapatkan informasi
tersebut. Ada yang berinteraksi langsung dengan individu-individu yang ada di
sekitarnya, dengan lingkungannya (komunitas), ada juga yang menggunakan media.
Cara berkomunikasi seperti ini, bila mengacu pada Heath dan Bryant (2000:89)
disebut sebagai komunikasi langsung (direct communication) dan komunikasi yang
termediasi (mediated communication/ indirect communication).
Cara berkomunikasi dalam
mengakses informasi Pemilu Legislatif 2009 pemilih PNS Pemerintah Provinsi DIY
dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Mediated (menggunakan media)
a. Surat kabar
Media komunikasi yang
dipergunakan oleh para informan cenderung beragam, ada yang melalui media cetak
(suratkabar, majalah, brosur), media elektronik (radio dan televisi), media
luar ruang (spanduk dan baliho) serta media baru (internet). Masing-masing
informan mempunyai motif dan alasan tersendiri ketika memilih media yang
dipergunakan untuk mencari informasi Pemilu Legislatif 2009. Banyak suratkabar
baik yang berskala nasional maupun lokal yang terbit dan beredar di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Namun demikian tidak semua informan menggunakan suratkabar
yang sama untuk memenuhi kebutuhan informasinya.
Informan yang memilih
Kompas sebagai sumber informasi tidak hanya dari sudut pandang yang berkaitan
kelengkapan informasi saja, namun juga berkaitan dengan cara
peliputan yang tidak hanya satu sisi saja (cover one side) yang akan
terkesan memihak, akan tetapi banyak sisi (cover both side) sehingga
menghasilkan informasi yang netral dan berimbang. Informasi Pemilu Legislatif
2009 yang diperoleh oleh informan kebanyakan berkaitan dengan partai politik
peserta Pemilu di antaranya tentang profil partai politik, kinerja
maupun reputasi partai politik anggota dewan di tingkat pusat. Sedangkan
beberapa informan yang memilih suratkabar Kedaulatan Rakyat, mempunyai alasan
bahwa informasi yang disampaikannya lebih bersifat kedaerahan (lokal) terutama
berita seputar Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagai mana disampaikan oleh
beberapa informan di antaranya sebagai berikut:
“..aku lebih banyak membaca
suratkabar terbitan lokal seperti KR karena banyak memuat
berita-berita yang berskala lokal khususnya berita yang berhubungan
dengan DIY. Informasi tentang pemilu aku dapatkan melalui
berita, opini, juga melalui iklan dari caleg maupun parpol” (Wawancara,
Marwati, 7 Maret 2009).
Hal ini menunjukkan bahwa
informan melihat Kedaulatan Rakyat didasarkan pada proximity(berita yang
isinya memiliki kedekatan baik secara psikologis, geografis atau demografis).
b. Radio
Dalam penelitian diperoleh pula
informan yang mencari informasi Pemilu Legislatif 2009 melalui radio. Berbagai
alasan mengapa mereka mencari informasi melalui radio: ada yang menyatakan
karena radio itu mendengarkan suara, jadi
relatif fleksibel, bisa diakses di mana saja baik di
rumah maupun di perjalanan. Singkatnya ketika seseorang mendengarkan radio,
tetap bisa sambil melakukan aktivitas lainnya. Informasi yang disampaikan lewat
radio ringkas dan padat. Sebagaimana disampaikan oleh salah satu informan
sebagai berikut:
“….saya mendengarkan radio di
mobil dalam perjalanan dari rumah menuju kantor, maupun sebaliknya. Radio yang
saya dengarkan tidak tentu kadang Sonora atau Trijaya … Informasi mengenai
parpol dan caleg saya dengar dari acara berbincang-bincang …ya.. ya..dialog,..”
(Wawancara, Sudarsono: 12 Maret 2009).
Berdasarakan dari pernyataan
informan tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa informan menggunakan radio
dalam mencari informasi, lebih berdasarkan pada segi kepraktisannya. Radio
merupakan salah satu media massa yang tidak memberikan prasyarat khusus bagi
khalayak yang mengaksesnya. Sebagaimana disampaikan oleh Becker (1987:253)
radio dapat dibawa ke manapun dan audience-nya dapat mengakses tanpa
menganggu aktivitas utamanya dan tanpa harus serius mendengarkannya. Informasi
Pemilu Legislatif 2009 tentang visi, misi dan program partai politik
maupun hal-hal yang berhubungan calon anggota legislatif kebanyakan didapat informan
melalui berita, dialog maupun iklan politik. Adapun stasiun radio yang dipakai
untuk mencari informasi Pemilu Legislatif 2009 cukup beragam
seperti RRI, Trijaya FM, Sonora FM, Retjo Buntung FM, Konco Tani,
MBS dan Yasika FM, namun yang menjadi unggulan kebanyakan informan adalah Radio
Sonora FM.
c. Televisi
Informan pemilih PNS Pemerintah
Provinsi DIY yang menjadikan televisi sebagai rujukan ketika mencari informasi
Pemilu Legislatif 2009, mempunyai motif dan alasan yang berbeda-beda. Di
antaranya ada yang mencari informasi melalui televisi dengan alasan informasi
melalui televisi lebih cepat sampai ke audience daripada informasi
melalui media cetak. Bahwa informasi melalui televisi mudah diserap karena
televisi bisa dilihat sekaligus didengar. Ada pula yang menyatakan, dapat
melihat dan mendengar sekaligus dan langsung (live) sebagaimana bertatap-muka
langsung dengan sumbernya. Ada juga yang memberi alasan bahwa informasi melalui
televisi mudah diingat, karena dapat mendengarkan sambil melihat.
Alasan informan memilih televisi
karena kecepatan informasi sampai ke audience, dalam hal ini motif
dan alasan yang disampaikan informan berkaitan dengan alasan mendasar yang
menyebabkan televisi diminati oleh masyarakat adalah sebagaimana dikemukakan
oleh Bignell (2004:19) karena kemampuannya untuk menghadirkan berbagai macam
peristiwa, tokoh dan tempat-tempat yang berada jauh dari audience.
Sementara alasan yang lain, lebih pada melihat televisi dari sudut pandang
sifatnya yang audio visual yakni pandang dengar. Di samping
itu, tidak semua stasiun televisi dijadikan rujukan dalam mencari informasi
Pemilu Legislatif 2009. Ada yang memilih Metro TV dan TV One, sebagai rujukan
dalam mencari informasi Pemilu Legislatif 2009. Ada yang beralasan karena
banyak tayangan tentang Pemilu yang dikemas cukup serius dan berbobot. Ada pula
yang menyatakan karena ada liputan khusus pemilihan umum. Berdasarkan dari
alasan yang dikemukakan oleh beberapa informan tersebut, dapat dikatakan bahwa
pada dasarnya informan mengandalkan TV One dan Metro TV karena kedua stasiun
televisi tersebut dapat menjadi rujukan untuk mencari informasi Pemilu
Legislatif 2009. Kedua stasiun televisi tersebut setiap hari menyiarkan
informasi yang berkaitan dengan partai politik dan calon anggota legislatif.
Untuk Metro TV melalui mata acara seperti Suara Anda, Partai Bicara, Top Nine
News, Genta Demokrasi, Special Dialog. Sementara TV One melalui acara seperti
Interview Politik, Kabar Pemilu, Uji Kandidat, Atas Nama Rakyat, Documentary
One, Debat, Suara Rakyat, Debat Parpol.
Di samping itu ada juga informan
yang memilih Metro TV, RCTI danTPI untuk mencari informasi Pemilu Legislatif
melalui mata acara parodi politik seperti Democrazy (Metro TV), Benar-Benar
Membangun/ BBM (RCTI) dan Kontes de Parpol (TPI), sebagaimana disampaikan oleh
informan sebagai berikut:
“ …..saya suka menonton parodi
dalam acara BBM, di samping mencari hiburan karena banyak
banyolan-banyoan dan sindiran, sekaligus juga dapat informasi mengenai parpol
dan caleg dari beberapa tokoh yang dihadirkan.” (Wawancara, Wijayanti: 13 Maret
2009).
Alasan seperti tersebut di atas
mencerminkan bahwa beberapa informan ketika mencari informasi Pemilu Legislatif
2009 tidak hanya melalui tayangan yang sifatnya serius saja, tapi juga tayangan
yang ada hiburannya, seperti dalam acara parodi politik. Dalam acara ini
informasi yang berkaitan dengan Pemilu Legislatif 2009 dikemas dengan banyolan
dan sindiran-sindiran serta menghadirkan para tokoh ataupun para pakar yang
mempunyai kompetensi. Jadi khalayak yang menyaksikannya di samping mendapatkan
informasi juga mendapat hiburan. Dengan demikian motif dan alasan yang
disampaikan informan sejalan dengan apa yang dikemukakan Skomis (dalam
Kuswandi, 1996:8) bahwa televisi merupakan gabungan dari media dengar dan gambar
yang bisa bersifat politis dan bisa pula informatif, hiburan,
pendidikan atau bahkan gabungan dari ketiga unsur tersebut.
Penyampaian isi pesan seolah-olah langsung antara komunikator dengan komunikan
sehingga mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio dan melihat
secara visual.
d. Internet
Tidak ketinggalan beberapa
informan pemilih PNS Pemerintah Provinsi DIY juga menggunakan media baru
(internet) untuk mencari informasi Pemilu Legislatif 2009. Masing-masing
informan mempunyai alasan tersendiri mengapa mengakses informasi melalui
internet. Ada yang beralasan bahwa banyak informasi yang secara
mudah didapatkan ketika dicari di internet. Melalui search engine
google atau yahoo segala informasi yang dibutuhkan dengan cepat
dapat diperoleh. Ada pula yang menyatakan bahwa internet menyediakan berbagai
informasi yang dibutuhkan dan secara mudah di dapatkan di situ melalui
situs-situs yang ada. Sebagaimana diungkapkan oleh salah satu informan seabagai
berikut:
“…di samping melalui media massa
saya juga sering browsing di internet, mengapa ya karena banyak
informasi tersedia dengan mudah dan cepat bisa
saya dapat. Untuk informasi mengenai pemilu 2009, saya
dapatkan dalam situs seperti Kompas Online, pernah juga saya
membuka situsnya KPU ….” (Wawancara, Rahayu, 6 Maret 2009).
Banyak informasi mengenai partai
politik maupun para calon anggota legislatifnya, dapat diakses melalui
internet. Namun demikian tidak semua informan memiliki kesempatan dan kemampuan
yang sama. Berdasarkan hasil temuan didapatkan bagi informan pejabat struktural
(II, III, IV) dan pejabat fungsional, mempunyai kecenderungan yang sama, media
baru (internet ) ini juga dipergunakan untuk mencari informasi Pemilu
Legislatif 2009. Untuk staf pelaksana khususnya untuk golongan I (satu) cenderung
tidak pernah mengunakan internet, hal ini karena terkait dengan kemampuan
sumber daya manusia (SDM) yang tidak mendukungnya.
Nampaknya penggunaan internet
untuk akses informasi ada kaitannya dengan latar belakang pendidikan dan
jabatan masing-masing individu informan. Untuk pejabat struktural maupun
fungsional rata-rata paling rendah berpendidikan sarjana strata 1 (satu) bukan
tidak mungkin akan merasa kurang nyaman jika tidak pernah (tidak bisa)
mengakses informasi melalui internet. Sedangkan bagi staf pelaksana golongan 1
(satu) yang rata-rata berpendidikan SLTP cenderung merasa nyaman-nyaman saja
meskipun tidak bisa mengoperasikan komputer maupun mengakses informasi melalui
internet.
2. Non Media
Di samping menggunakan media,
para informan pemilih PNS Provinsi DIY dalam mencari informasi Pemilu
Legislatif 2009 juga mempunyai kecenderungan yang sama, yakni melakukannya
secara langsung tatap-muka (face to face). Informasi Pemilu Legislatif 2009
khususnya yang berkaitan dengan partai politik dan calon anggota legislatif
dari masing-masing informan didapatkan secara langsung dari sumber
informasi yang beragam yakni ada yang dari suami, anak, menantu, ada yang dari
pakar, ada juga dari calon anggota legislatif yang melakukan sosialisasi serta
ada yang dari teman kantor dan tetangga. Bila merujuk pada apa yang disampaikan
oleh Nimmo (1989:125) ada dua saluran utama komunikasi interpersonal yang
membantu belajar politik (akses informasi Pemilu Legislatif 2009) yakni
keluarga dan lingkungan yang terdiri dari kawan-kawan. Maka suami, anak dan
menantu dikategorikan sebagai keluarga. Sedang teman kantor dan tetangga
dikategorikan sebagai kawan-kawan. Sementara pakar dan calon anggota legislatif
dalam model alir dua tahap (two step flow model) dimaksudkan sebagai pemuka
pendapat (tokoh masyarakat).
Berbagai macam alasan disampaikan
oleh masing-masing informan ketika memilih individu sebagai sumber informasi.
Ada beberapa informan yang mengandalkan seorang pakar sebagai sumber informasi,
dengan alasan karena mempunyai kompetensi dalam bidangnya, sehingga informasi
yang disampaikan tidak diragukan validitasnya. Alasan ini melihat sumber
informasi dari sudut pandang yang berkaitan dengan kapasitasnya sebagai
narasumber yang dapat memberikan informasi Pemilu Legislatif 2009 sesuai dengan
apa yang dibutuhkannya.
Di samping itu ada juga beberapa
informan yang lebih suka mencari informasi secara langsung dengan keluarganya
(anak, suami). Dengan alasan tidak merasa malu, tidak merasa sungkan, lebih
terbuka, lebih bebas. Alasan seperti tersebut di atas memandang sumber
informasi dari sisi rasa kenyamanan pencari informasi. Menurut Dowson
(1979:142) ada ikatan emosional yang kuat dalam keluarga, sehingga dalam hal
ini sudah selayaknya bila ada salah satu anggota keluarga bisa menjadi tempat
yang nyaman untuk bertanya bagi anggota keluarga yang lain ketika membutuhkan
suatu informasi.
Selain itu, ada juga informan
yang mencari informasi Pemilu Legislatif 2009 khususnya yang berkaitan dengan
partai politik dan calon anggota legislatif kepada teman kantor. Alasannya
karena sama-sama PNS, duduk satu ruangan dan setiap hari bertemu. Alasan
ini memandang temankantor sebagai karib yang senasib, sebagai sumber
informasi terdekat yang mudah ditemui. Di samping itu ada juga informan yang
memilih tetangga sebagai sumber informasi.
Tabel 1
Akses Informasi Pemilu Legislatif 2009
Menurut PNS Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
No
|
Nama
|
Keterangan
|
1
|
Sudibyo
Pejabat struktural eselon II
|
Mediated: suratkabar, brosur, majalah, televisi, radio dan
internet. Andalan: Kompas, karena netral, berita/ informasi berimbang. Non
media: pakar dan teman. Andalan: pakar, karena mempunyai kompetensi,
informasinya valid .
|
2
|
Tri Mulyono
Pejabat struktural eselon II
|
Mediated: suratkabar, majalah, brosur, televisi, radio dan
internet. Andalan: surat-kabar Kompas, informasinya lengkap. Non media: pakar
dan teman. Andalan pakar, merupakan sumber informasi yang dapat dipercaya.
|
3
|
Sri Rahayu
Pejabat struktural eselon III
|
Mediated: spanduk, baliho, suratkabar, televisi, radio dan
internet. Andalan: surat-kabar Kompas, karena informasinya lengkap. Non
media: suami, anak, caleg. Andalan: suami karena lebih sering mengikuti
perekembangan yang terjadi terkait dengan Pemilu 2009.
|
4
|
Sasongka Harjanta
Pejabat struktural eselon III
|
Mediated: brosur, suratkabar, televisi. Andalan: televisi
(Metro TV), karena informasinya cepat dan lengkap. Non media: caleg, anggota
KPU. Andalan: anggota KPU, karena informasinya dapat dipercaya.
|
5
|
Tri Rubiyanto
Pejabat struktural eselon III
|
Mediated: surat kabar, leaflet, televisi, radio dan
internet. Andalan: surat kabar Kompas, karena
informasinya obyektif dan akurat.Non media: tim sukses
dan teman, yang diandalkan tidak ada, karena informasinya belum tentu benar.
|
6
|
Aris Rahajeng Wijayanti
Pejabat struktural eselon IV
|
Mediated: suratkabar, radio, televisi, baliho, spanduk dan
internet. Media andalan: televisi RCTI. Non media : suami, caleg dan teman
kantor, andalan suami, karena wawasannya luas.
|
7
|
Sudarsono
Pejabat struktural eselon IV
|
Mediated: suaratkabar, radio, televisi dan internet. Media
andalan: suratkabar KR. Alasannya: karena mengkhususkan berita di seputar
DIY. Non media: anggota dewan dan teman, andalannya anggota dewan, karena
terlibat langsung dalam Pemilu.
|
8
|
Ani Kuswati
Pejabat struktural eselon IV
|
Mediated: suratkabar, televisi, radio. Media andalan:
suratkabar Kompas. Alasan: beritanya lengkap dan akurat. Non media: suami,
teman. Andalan: suami, informasinya dapat dipercaya.
|
9
|
Sarono Tamtomo Yudho
Pejabat fungsional
|
Mediated: suratkabar,radio, televisi dan internet. Media
andalan: suratkabar Kompas, alasan informasi tentang Pemilu disajikan secara
lengkap dan mendalam. Non media: tim sukses, caleg, kerabat, yang menjadi
andalan kerabat, tahu kapasitasnya.
|
10
|
Veronika Ismartiningsih
Pejabat fungsional
|
Mediated: suratkabar, majalah, radio, televisi dan
internet. Media andalan: TV One, informasi tentang pemilu lengkap. Non media:
suami sekaligus menjadi andalan, karena lebih sreg.
|
11
|
Sri Mawarti
Staf pelaksana Gol III
|
Mediated: suratkabar, brosur, radio, televisi dan
internet. Andalan: televisi, Metro TV: informasi tentang Pemilu banyak. Non
media: anak/ menantu, teman, caleg. Andalan: menantu, pengetahuan banyak.
|
12
|
Tri Wahyono
Staf pelaksana Gol III
|
Mediated: suratkabar, radio, televisi dan internet. Media
andalan: televisi, TV One: acara khusus liputan Pemilu. Non media: pakar,
caleg. Andalan pakar, mempunyai kapasitas dalam bidangnya.
|
13
|
Astriyanto Sri Harjanto
Staf pelaksana Gol III
|
Mediated: suratkabar, televisi, radio. Andalan: suratkabar
Kedaulatan Rakyat. Alasan: informasinya bersifat kedaerahan. Non media:
caleg. Andalan: tidak ada.
|
14
|
Ani Sutarti
Staf pelaksana Gol III
|
Mediated: suratkabar dan televisi. Andalan: televisi, TV
One, karena berita tentang pemilu banyak. Non media: teman kantor. Andalan:
tidak ada.
|
15
|
Yohana Indarti
Staf pelaksana Gol III
|
Mediated: suratkabar, televisi dan internet. Andalan:
televisi, yakni SCTV. Alasan: banyak informasi tentang pemilu. Non media:
teman kantor dan tetangga. Andalan: tidak ada.
|
16
|
Hastin Puntaningrum
Staf pelaksana Gol II
|
Mediated: suratkabar, radio, televisi dan internet.
Andalan: suratkabar KR, bahasanya mudah dimengerti. Non media: suami, teman
dan tetangga, andalan suami, informasinya dapat dipercaya.
|
17
|
Suprapto
Staf pelaksana Gol II
|
Mediated: suratkabar, radio, televisi, spanduk, baliho.
Andalan: televisi TPI, mendapat informasi dan hiburan. Non media: teman,
caleg. Andalannya caleg karena informasi langsung dari orangnya.
|
18
|
Tumin
Staf pelaksana Gol II
|
Mediated: suratkabar, televisi dan radio. Andalan:
televisi, TPI, mendapatkan informasi dan hiburan. Non media: caleg dan
tetangga. Andalan: caleg, lebih tahu tentang pemilu.
|
19
|
Tukino
Staf pelaksana Gol I
|
Mediated: suratkabar, radio, televisi, spanduk/ poster.
Media andalan: spanduk, karena bisa melihat foto caleg dari partai. Non
media: caleg dan tetangga, andalannya tetangga karena percaya.
|
20
|
Purwanto
Staf pelaksana Gol I
|
Mediated: suratkabar, radio,dan televisi. Media andalannya
televisi: TPI, banyak informasi dan hiburannya. Non media: anak, sekaligus
menjadi andalan karena tidak merasa malu.
|
Sumber: Data diolah, 2009
>Pemenuhan dan Pemanfaatan Informasi Pemilu
Legislatif 2009
Berdasarkan temuan di lapangan
diperoleh kecenderungan bahwa pada dasarnya kebutuhan informasi Pegawai Negeri
Sipil Pemerintah Provinsi DIY tentang Pemilihan Umum Legislatif 2009 khususnya
yang berkaitan dengan partai politik dan calon anggota legislatif pada umumnya
sudah terpenuhi. Pemenuhan kebutuhan informasi yang diperoleh dari
masing-masing informan paling tidak dari sumber berbeda, dalam hal ini bisa
dibedakan dari jenis media, isi media serta konteks sosial. Secara umum dapat
disebutkan bahwa terdapat pernyataan yang berbeda-beda dalam pemenuhan
informasi yang diperoleh. Hal ini disebabkan karena isi media atau informasi
Pemilu 2009 yang berkaitan dengan partai politik dan calon anggota legislatif
yang terkandung di dalamnya, serta dorongan situasi sosial dalam mencari
informasi, semuanya didasarkan pada kebutuhan masing-masing individu.
Dari wawancara dengan informan diperoleh
kecenderungan, meskipun kebutuhan informasi Pemilu Legislatif 2009 relatif
sudah terpenuhi, namun belum semua informasi yang diinginkan bisa diperoleh,
masih ada saja hal-hal yang dirasakan sebagai kekurangan. Sebagaimana
disampaikan oleh informan di antaranya berikut ini:
“….informasi tentang calon
anggota legislatif untuk DPR RI Dapil DIY, masih banyak yang belum saya
ketahui. Baru beberapa saja dari partai lama (partai peserta Pemilu
2004), belum semuanya, hanya beberapa saja orangnya, itupun hanya
orang-orang tertentu saja yang cukup dikenal oleh masyarakat
Yogyakarta….” (Wawancara, Mulyono: 10 Maret 2009).
Berdasarkan penelitian di lapangan
didapatkan pula bahwa kebutuhan informasi yang dicari dan didapatkan, bisa
menjadi bahan referensi bagi pemilih PNS Pemerintah Provinsi DIY dalam
menentukan pilihan politiknya pada Pemilu Legislatif 2009. Sebagai terungkap
dari pernyataan informan, diantaranya sebagai berikut:
“…ya informasi yang saya peroleh,
paling tidak membantu saya sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pilihan
saya pada saat pencontrengan. (Wawancara, Rahayu: 6 Maret 2009).
“…informasi yang saya dapat, bisa
menjadi referensi, sebagai dasar acuan untuk menentukan
hak pilih saya pada hari H nanti” (Wawancara, Kuswati: Maret 2009)
Berdasarkan paparan di atas
didapatkan kecenderungan bahwa informasi Pemilu 2009 khususnya yang berkaitan
dengan partai politik dan calon anggota legislatif, yang dibutuhkan oleh PNS
Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada dasarnya sudah cukup
terpenuhi. Meskipun ada juga yang menyatakan belum terpenuhi semuanya. Dari
pernyataan belum terpenuhinya kebutuhan informasi Pemilu 2009, nampaknya
informan mengharapkan dengan mengakses informasi baik melalui media maupun
secara langsung tatap-muka, dapat memberikan pencerahan baru dari informasi
yang diperolehnya. Tidak hanya sekedar informasi seadanya akan tetapi yang
lebih mendalam. Informan menginginkan ada sesuatu yang dapat dipetik dari
informasi yang terkandung di dalamnya. Selanjutnya dapat dijadikan bahan
referensi diri dalam pertimbangan dan masukan yang berarti, untuk pengambilan
keputusan dan diterapkan ketika menggunakan hak pilihnya pada Pemilu Legislatif
2009, setelah mengakses informasi baik melalui media maupun secara langsung
tatap muka.
>Kendala PNS Pemerintah Provinsi DIY Dalam Mengakses
Informasi Pemilu Legislatif 2009.
Berdasarkan hasil temuan
didapatkan bahwa ada kendala yang dihadapi terkait dengan kemampuan pemilih
Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi Daerah Istmewa Yogyakarta, ketika
mengakses informasi Pemilu Legislatif 2009, seagai berikut:
Pertama, mengenai
ketersediaan fasilitas media komunikasi. Dalam hal ini berkaitan dengan
kemampuan daya beli pegawai negeri. Beberapa informan menyebutkan bahwa untuk
berlangganan suratkabar dan majalah belum bisa dikatakan murah, masih cukup
mahal. Dengan demikian masih dirasakan berat untuk kantong pegawai negeri,
terutama bagi pegawai negeri yang berjenjang staf pelaksana. Demikian pula
untuk memasang dan berlangganan internet, biaya operasional perbulannya
dirasakan masih cukup mahal. Dengan demikian akses informasi Pemilu Legislatif
2009 melalui internet cenderung terbatas.
Kedua, terkait dengan
ketersediaan informasi Pemilu Legislatif 2009 yang berkaitan dengan repuasi dan
kualitas calon anggota legislatif. Dari media massa yang memuat informasi
berkaitan dengan reputasi dan kualitas calon anggota legislatif, porsi dan
jumlahnya relatif sedikit, terkesan hanya untuk para calon anggota legislatif
tertentu saja dan itupun dari partai politik peserta Pemilihan Umum lama
(2004). Sedangkan informasi yang berkaitan dengan para calon anggota legislatif
lainnya dari partai politik baru (2009) nyaris tidak pernah tersentuh, bahkan
bisa dikatakan hampir tidak ada.
Ketiga, terkait dengan
penyerapan informasi yang diakses melalui media massa seperti suratkabar, radio
dan televisi. Oleh beberapa informan golongan I (satu), penggunaan bahasa atau
istilah-istilah yang masih tergolong asing, membuat informasi yang disampaikan
tidak mudah dimengerti. Hal ini menyebabkan pencari informasi mengalami
kesulitan dalam memahami informasi yang disampaikan melalui media massa
tersebut. Kondisi ini bukan tidak mungkin akan menyebabkan tingkat penyerapan
terhadap informasi yang berkaitan dengan partai politik menjadi rendah.
Keempat, terkait dengan masalah
teknis, waktu dan juga yang terkait dengan sumber daya manusia (SDM). Adapun
kendala yang dihadapi secara teknis di antaranya yang berkaitan dengan
kecepatan mengakses informasi melalui internet yakni ketika
mengakses loading-nya atau waktu men-download terasa lama, sehingga
acapkali membuat urung untuk mengaksesnya. Sedangkan kendala yang berkaitan
dengan SDM adalah tidak sedikit PNS yang sampai saat ini belum bisa
mengoperasikan komputer, sehingga bukan hal yang luar biasa bila yang
bersangkutan tidak pernah mengakses informasi yang berkaitan dengan partai
politik maupun calon anggota legislatif melalui internet.
Kelima, terkait dengan masalah
psikologis dari PNS bersangkutan. Adanya “rasa tidak enak ketika meminta
penjelasan lebih mendalam dari sumber informasi”, “perasaan ewuh
pekewuh bila menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan calon anggota
legislatif kepada kenalan”, “merasa kurang sreg (kurang nyaman) kalau
mencari informasi yang berkaitan dengan partai poliitik maupun calon anggota
legislatif kepada orang lain”. Semuanya itu mengindikasikan adanya kendala
psikologis yang berpotensi menghambat kelancaran dalam akses informasi.
BAB 5 PENUTUP
>Kesimpulan
Berdasarkan data dari penelitian ini diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pada dasarnya PNS
Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, bila mengacu pada pendekatan
perilaku pemilih sebagaimana yang dikemukakan oleh Roth, tergolong sebagai
pemilih rasional, yakni sebelum menentukan pilihan politiknya membutuhkan
informasi yang sebanyak-banyaknya. Berdasarkan prioritas dan alasan yang
melatar belakangi informasi yang dibutuhkan dapat dikategorikan sebagai
“pemilih prospektif” dan “pemilih retrospektif”.
2. Media komunikasi yang
dipergunakan untuk akses informasi Pemilihan Umum Legislatif 2009 oleh para
informan cenderung beragam meliputi: media cetak (suratkabar, majalah, brosur),
media elektronik (radio, televisi), media luar ruang (baliho, spanduk), serta
media baru (internet). Juga dilakukan secara langsung tatap-muka (face to
face) dengan sumber informasi yang beragam. Pemilihan sumber informasi pada
umumnya didasarkan pada kompetensi (kemampuan). Alasan ini melihat sumber
informasi dari sudut pandang yang berkaitan dengan kapasitasnya sebagai
narasumber yang dapat memberikan informasi sesuai dengan apa yang
dibutuhkannya.
3. Berdasarkan hasil
temuan didapatkan pula bahwa ada kendala yang dihadapi terkait dengan kemampuan
pemilih Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi Daerah Istmewa Yogyakarta,
ketika mengakses informasi Pemilu Legislatif 2009. Baik akses secara langsung
tatap muka (non media) maupun dengan menggunakan media komunikasi dan
informasi. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya meliputi ketersediaan
informasi, penyerapan informasi, faslitas, teknis dan sumber daya manusia yang
bersangkutan. Kondisi ini menjadi salah satu penghambat kelancaran dalam upaya
pemenuhan kebutuhan informasi.
>Saran
1. Pada dasarnya setiap warga negara
mempunyai hak yang sama terkait dengan akses informasi pemilu, namun demikian
karena keterbatasan kemampuan, maka acapkali antara individu yang satu dengan
yang lainnya tidak mempunyai peluang dan kesempatan yang sama. Untuk itu yang
berkompeten diharapkan membuat kebijakan terkait dengan ketersediaan informasi
pemilihan umum dan penyebarluasannya. Hal itu dilakukan dengan memanfaatkan media
yang murah dan mudah diakses sesuai dengan tingkat kebutuhan maupun kemampuan
masyarakat.
2. Bagi pengelola media
massa, khususnya media massa yang berskala lokal, terkait dengan
ketersediaan informasi pemilihan umum ke depan, informasi mengenai profil
masing-masing caleg juga perlu disampaikan kepada khalayak. Di samping itu,
dalam menyampaikan informasi perlu dipergunakan bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti oleh khalayak. Karena tidak setiap individu khalayak mempunyai
tingkat kemampuan dan daya cerna yang sama terhadap suatu informasi. Untuk itu
informasi yang disampaikan perlu disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan daya
tangkap masyarakat.
3. Setiap partai politik peserta
pemilihan umum yang menginginkan meraih suara dari pemilih, perlu membuat
strategi pencitraan dan image positif untuk partai politik maupun
individu yang diusungnya, diinformasikan kepada masyarakat pemilih. Citra
atau image positif tidak hanya dimunculkan saat menjelang pemilihan
saja, akan tetapi diperlihatkan melalui kinerja partai politik di parlemen.
Sementara individu yang diusungnya tidak sekedar karena popularitasnya saja,
tapi juga yang mempunyai kapasitas, integritas serta idealnya dalam kehidupan
sehari-hari relatif bersih, jauh dari skandal.
Oleh: Emmy Poentarie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar